Gedi, Berkhasiat sebagai Pelindung Hati
Daun gedi sangat dikenal warga Sulawesi Utara, mulai dari Talaud di utara hingga Bolaang Mongondow di selatan. Biasanya dimanfaatkan sebagai sayur. Tidak mengherankan, tumbuhan gedi acap menghiasi pekarangan rumah orang Sulawesi Utara yang tinggal di perantauan, termasuk di Jakarta dan sekitarnya.
Banyak resep untuk mengolah daun gedi, bergantung pada selera. Selain direbus biasa dan ditambahkan dengan bumbu lain, daun gedi biasanya diolah dengan santan dicampur dengan rebung. Paling populer, ditambahkan ke dalam bubur manado. Tidak lengkap rasanya bubur manado (tinutuan) tanpa daun gedi sebagai campuran. Daun gedi yang dikenal dengan nama lokal sayur yondok, menambah rasa gurih dan mengentalkan. Di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, daun gedi biasanya dimasak untuk sayur bening.
Mengutip dari Wikipedia, di Jepang tumbuhan yang dikenal sebagai tororo aoi ini, umumnya dimanfaatkan untuk membuat neri, suatu bahan kental yang digunakan untuk membuat washi, kertas yang dibuat dengan metode tradisional, yang sudah masuk dalam warisan budaya tak benda Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO).
Di Korea, tumbuhan ini disebut hwang chok kyu, juga dimanfaatkan untuk membuat dak pul, campuran dalam pembuatan hanji, kertas tradisional Korea.
Di Kepulauan Pasifik, tumbuhan ini dikenal dengan nama bele dan vauvau, sayuran penting warga desa di kepulauan itu, biasanya ditambah dengan daun dari paku-pakuan, dan daun talas.
Selain lezat, mengutip dari Wikipedia, daun gedi juga kaya akan vitamin A, zat besi, mengandung 12 persen protein dalam bahan kering, dan serat yang baik untuk saluran pencernaan. Kolagen terkandung di dalam daun ini juga bermanfaat antioksidan dan menjaga kesehatan kulit. Mungkin karena banyak mengandung serat, gedi menyerap kolesterol dan lemak, sehingga banyak orang berpendapat sayur ini dapat membuat orang langsing dan membantu menurunkan kadar kolesterol dan hipertensi. Namun, belum ada penelitian khusus tentang hal ini.
Daunnya juga disebutkan banyak mengandung zat kolagen yang bersifat antioksidan, sehingga berguna untuk merawat kesehatan kulit dan melancarkan peredaran darah.
Tumbuhan gedi masuk dalam daftar Plant of a Future. Dalam situs resminya, pfaf.org, disebutkan gedi merupakan tanaman daerah tropis hingga sub-tropis, dengan penyebaran utama Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga wilayah utara Australia.
Tumbuhan ini sangat mudah diperbanyak, cukup dipotong dan ditancapkan ke dalam tanah. Perbanyakan juga dilakukan dengan biji. Tumbuhan ini juga dikenal bandel terhadap serangan hama dan penyakit tanaman, dan yang terpenting kaya kandungan kimiawi yang sangat bermanfaat untuk dikembangkan sebagai obat.
Pemerian Botani dan Khasiatnya
Aibika, nama lain gedi, memiliki nama ilmiah Abelmoschus manihot ( L.), Medik, termasuk dalam keluarga Malvaceae. Awalnya, jenis ini dimasukkan ke dalam jenis Hibiscus, sama dengan jenis kembang sepatu, namun para ahli kemudian bersepakat memasukkannya ke dalam genus Abelmoschus.
Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini juga dikenal dengan nama sunset muskmallow, sunset hibiscus, edible hibiscus, atau hibiscus manihot.
Di daerah penyebarannya, tumbuhan daun gedi disebut juga lagikuway (Filipina), pofai (Thailand).
Tumbuhan daun gedi adalah tumbuhan semak yang dapat mencapai tinggi dua hingga tiga meter. Daunnya hijau, sepintas mirip daun singkong atau mariyuana, karena daunnya berbentuk lima jari. Bunganya berumah dua, bunga jantan dan bunga betina terletak dalam satu bunga.
Analisis kromatografi dan spectroskipik yang dipublikasikan dalam China Journal of Chinese Materia Medica, seperti dikutip dari Wikipedia, menyebutkan aibika memiliki 13 kandungan penting, yakni myricetin, cannabiscitrin, myricetin-3-O-beta-D-glucopyranoside, glycerolmonopalmitate, 2, 4-dihydroxy benzoic acid, guanosine, adenosine, maleic acid, heptatriacontanoic acid, 1-triacontanol, tetracosane, β-Sitosterol, dan beta-sitosterol-3-O-beta-D-glucoside.
Nadya Nadiratika Papodi dalam karya penelitian yang dimuat di ejournal.unsrat.ac.id, berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot, L.) terhadap gambaran histopatologi Aora Tikur Wistar dengan Diet Aterogenik”, menyebutkan hasil penelitian memperlihatkan pemberian ekstrak daun gedi 30 mg mampu memberikan gambaran histopatologi aorta berupa berkurangnya jumlah sel busa.
Nadya menyimpulkan, secara mikroskopik, aorta tikus wistar yang diberi lemak babi menunjukkan adanya penumpukan sel-sel busa pada tunika intima dan media, sedangkan pada aorta tikus wistar yang diberi lemak babi bersamaan dengan ekstrak daun gedi maupun yang dilanjutkan dengan ekstrak daun gedi, ditemukan berkurangnya jumlah sel-sel busa.
Penelitian Nadya didasarkan pada kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis. Tumbuhan gedi mengandung senyawa polifenol yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Melalui penelitian itu ia ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun gedi terhadap gambaran histopatologi aorta tikus wistar dengan diet aterogenik.
Dodyk Pranowo, pada 2015, melalui penelitian “Produksi Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot, L., Medik) dan Uji Potensinya sebagai Hepatoprotektor”, seperti dimuat di repository.ipb.ac.id, menyebutkan hasil karakterisasi ekstrak etanol daun tanaman gedi menunjukkan bahwa daun tanaman gedi memiliki senyawa flavonoid glikosida yang berpotensi sebagai sumber antioksidan. Pada umumnya senyawa flavonoid yang dihasilkan dari ekstrak tanaman memiliki ukuran partikel yang sangat besar, hal ini berdampak pada rendahnya tingkat kelarutan dan bioaviabilitas dari senyawa tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan modifikasi terhadap penanganan flavonoid glikosida yang terdapat dalam daun gedi sehingga ketika ditransformasi ke dalam tubuh masih memiliki kemampuan sebagai sumber antioksidan dengan bioaviabilitas yang tinggi, dan mampu berperan sebagai hepatoprotektor.
Melalui penelitiannya, Dodyk ingin mendapatkan teknologi produksi nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang terbaik sebagai hepatoprotektor yang dilakukan dengan mendapatkan parameter-parameter standarisasi daun gedi, di antaranya adalah kadar senyawa yang larut dalam air, kadar senyawa yang larut dalam etanol, kadar flavonoid total, kadar abu, kadar air, total bakteri dan total kapang serta kadar logam timbal, kemudian mendapatkan kondisi proses ekstraksi daun geni yang optimum terhadap rendemen ekstrak etanol dan aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Hasil dari ekstraksi kemudian dilakukan pembuatan nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dan selanjutnya di uji sebagai hepatoprotector secara in vivo.
Dodyk memberikan catatan dalam penelitiannya, secara keseluruhan tanaman gedi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber antioksidan baru yang memiliki peluang sebagai hepatoprotektor. Karena itu, kedepan perlu dikembangkan lebih lanjut aplikasi sediaan nanoemulsi sebagai bahan obat.
Sumber : http://www.satuharapan.com/read-detail/read/gedi-berkhasiat-sebagai-pelindung-hati
Banyak resep untuk mengolah daun gedi, bergantung pada selera. Selain direbus biasa dan ditambahkan dengan bumbu lain, daun gedi biasanya diolah dengan santan dicampur dengan rebung. Paling populer, ditambahkan ke dalam bubur manado. Tidak lengkap rasanya bubur manado (tinutuan) tanpa daun gedi sebagai campuran. Daun gedi yang dikenal dengan nama lokal sayur yondok, menambah rasa gurih dan mengentalkan. Di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, daun gedi biasanya dimasak untuk sayur bening.
Mengutip dari Wikipedia, di Jepang tumbuhan yang dikenal sebagai tororo aoi ini, umumnya dimanfaatkan untuk membuat neri, suatu bahan kental yang digunakan untuk membuat washi, kertas yang dibuat dengan metode tradisional, yang sudah masuk dalam warisan budaya tak benda Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO).
Di Korea, tumbuhan ini disebut hwang chok kyu, juga dimanfaatkan untuk membuat dak pul, campuran dalam pembuatan hanji, kertas tradisional Korea.
Di Kepulauan Pasifik, tumbuhan ini dikenal dengan nama bele dan vauvau, sayuran penting warga desa di kepulauan itu, biasanya ditambah dengan daun dari paku-pakuan, dan daun talas.
Selain lezat, mengutip dari Wikipedia, daun gedi juga kaya akan vitamin A, zat besi, mengandung 12 persen protein dalam bahan kering, dan serat yang baik untuk saluran pencernaan. Kolagen terkandung di dalam daun ini juga bermanfaat antioksidan dan menjaga kesehatan kulit. Mungkin karena banyak mengandung serat, gedi menyerap kolesterol dan lemak, sehingga banyak orang berpendapat sayur ini dapat membuat orang langsing dan membantu menurunkan kadar kolesterol dan hipertensi. Namun, belum ada penelitian khusus tentang hal ini.
Daunnya juga disebutkan banyak mengandung zat kolagen yang bersifat antioksidan, sehingga berguna untuk merawat kesehatan kulit dan melancarkan peredaran darah.
Tumbuhan gedi masuk dalam daftar Plant of a Future. Dalam situs resminya, pfaf.org, disebutkan gedi merupakan tanaman daerah tropis hingga sub-tropis, dengan penyebaran utama Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga wilayah utara Australia.
Tumbuhan ini sangat mudah diperbanyak, cukup dipotong dan ditancapkan ke dalam tanah. Perbanyakan juga dilakukan dengan biji. Tumbuhan ini juga dikenal bandel terhadap serangan hama dan penyakit tanaman, dan yang terpenting kaya kandungan kimiawi yang sangat bermanfaat untuk dikembangkan sebagai obat.
Pemerian Botani dan Khasiatnya
Aibika, nama lain gedi, memiliki nama ilmiah Abelmoschus manihot ( L.), Medik, termasuk dalam keluarga Malvaceae. Awalnya, jenis ini dimasukkan ke dalam jenis Hibiscus, sama dengan jenis kembang sepatu, namun para ahli kemudian bersepakat memasukkannya ke dalam genus Abelmoschus.
Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini juga dikenal dengan nama sunset muskmallow, sunset hibiscus, edible hibiscus, atau hibiscus manihot.
Di daerah penyebarannya, tumbuhan daun gedi disebut juga lagikuway (Filipina), pofai (Thailand).
Tumbuhan daun gedi adalah tumbuhan semak yang dapat mencapai tinggi dua hingga tiga meter. Daunnya hijau, sepintas mirip daun singkong atau mariyuana, karena daunnya berbentuk lima jari. Bunganya berumah dua, bunga jantan dan bunga betina terletak dalam satu bunga.
Analisis kromatografi dan spectroskipik yang dipublikasikan dalam China Journal of Chinese Materia Medica, seperti dikutip dari Wikipedia, menyebutkan aibika memiliki 13 kandungan penting, yakni myricetin, cannabiscitrin, myricetin-3-O-beta-D-glucopyranoside, glycerolmonopalmitate, 2, 4-dihydroxy benzoic acid, guanosine, adenosine, maleic acid, heptatriacontanoic acid, 1-triacontanol, tetracosane, β-Sitosterol, dan beta-sitosterol-3-O-beta-D-glucoside.
Nadya Nadiratika Papodi dalam karya penelitian yang dimuat di ejournal.unsrat.ac.id, berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot, L.) terhadap gambaran histopatologi Aora Tikur Wistar dengan Diet Aterogenik”, menyebutkan hasil penelitian memperlihatkan pemberian ekstrak daun gedi 30 mg mampu memberikan gambaran histopatologi aorta berupa berkurangnya jumlah sel busa.
Nadya menyimpulkan, secara mikroskopik, aorta tikus wistar yang diberi lemak babi menunjukkan adanya penumpukan sel-sel busa pada tunika intima dan media, sedangkan pada aorta tikus wistar yang diberi lemak babi bersamaan dengan ekstrak daun gedi maupun yang dilanjutkan dengan ekstrak daun gedi, ditemukan berkurangnya jumlah sel-sel busa.
Penelitian Nadya didasarkan pada kadar kolesterol darah yang tinggi merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis. Tumbuhan gedi mengandung senyawa polifenol yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Melalui penelitian itu ia ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun gedi terhadap gambaran histopatologi aorta tikus wistar dengan diet aterogenik.
Dodyk Pranowo, pada 2015, melalui penelitian “Produksi Nanoemulsi Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot, L., Medik) dan Uji Potensinya sebagai Hepatoprotektor”, seperti dimuat di repository.ipb.ac.id, menyebutkan hasil karakterisasi ekstrak etanol daun tanaman gedi menunjukkan bahwa daun tanaman gedi memiliki senyawa flavonoid glikosida yang berpotensi sebagai sumber antioksidan. Pada umumnya senyawa flavonoid yang dihasilkan dari ekstrak tanaman memiliki ukuran partikel yang sangat besar, hal ini berdampak pada rendahnya tingkat kelarutan dan bioaviabilitas dari senyawa tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan modifikasi terhadap penanganan flavonoid glikosida yang terdapat dalam daun gedi sehingga ketika ditransformasi ke dalam tubuh masih memiliki kemampuan sebagai sumber antioksidan dengan bioaviabilitas yang tinggi, dan mampu berperan sebagai hepatoprotektor.
Melalui penelitiannya, Dodyk ingin mendapatkan teknologi produksi nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi yang terbaik sebagai hepatoprotektor yang dilakukan dengan mendapatkan parameter-parameter standarisasi daun gedi, di antaranya adalah kadar senyawa yang larut dalam air, kadar senyawa yang larut dalam etanol, kadar flavonoid total, kadar abu, kadar air, total bakteri dan total kapang serta kadar logam timbal, kemudian mendapatkan kondisi proses ekstraksi daun geni yang optimum terhadap rendemen ekstrak etanol dan aktivitas antioksidan yang dihasilkan. Hasil dari ekstraksi kemudian dilakukan pembuatan nanoemulsi ekstrak etanol daun gedi dan selanjutnya di uji sebagai hepatoprotector secara in vivo.
Dodyk memberikan catatan dalam penelitiannya, secara keseluruhan tanaman gedi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber antioksidan baru yang memiliki peluang sebagai hepatoprotektor. Karena itu, kedepan perlu dikembangkan lebih lanjut aplikasi sediaan nanoemulsi sebagai bahan obat.
Sumber : http://www.satuharapan.com/read-detail/read/gedi-berkhasiat-sebagai-pelindung-hati
0 comments:
Post a Comment